Meniti Jalan Illahi Cantik, adalah satu kata yang cocok untuk mengilustrasikan mahakarya Tuhan yang ada pada dirinya; seorang gadis berwajah Eropa yang baru saja turun dari sebuah taksi. Matanya yang semi hijau, semakin terlihat sempurna akibat biasan sinar dari sang dewi bulan. Sesaat, gadis itu terdiam sejenak ketika angin semilir datang bergerilya. Syal yang sesekali menjuntai di lehernya, kembali ia rekatkan supaya udara malam tak begitu terasa. Setelah sepersekian detik mengamati keindahan kota New York, hati gadis itu kembali bergemuruh hebat, seperti merasakan desiran angin topan yang menerpanya secara tiba-tiba. Ya, ini adalah hari pertamanya ia menginjakkan kaki di salah satu kota Amerika, New York. Di mana tujuan utamanya adalah untuk mencari jati diri yang dulu sempat terkoyak tak tentu arah, kemudian hilang diterpa badai masalah yang mampu memupuskan segala asa. Kini , pikiran gadis itu hanya tertuju pada Samuel—kakak kandungnya—yang juga tinggal di Ameri...
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti kompetisi menulis #MyCupOfStory yang diselenggarakan oleh GIORDANO dan nulisbuku.com Ko-Pi (Koika dan Pierre) Seorang pemuda duduk di balkon dengan ditemani dua cangkir kopi hangat. Sesekali, ia tersenyum ketika serpihan ingatan yang hendak ia lupakan datang kembali. Sejenak kepalanya menengadah menatap lautan bintang di atas langit, kemudian pandanganya turun, beralih pada dua cangkir kopi hitam yang baru saja dibuatnya. Tepat saat itu, matanya menerawang jauh, menembus ruang dan waktu hingga bayangan nostalgia kembali terulang jelas di benaknya.. *** Java Arabica Coffe. Tulis si pelayan dalam notes kecilnya. Sesudah pelayan itu benar-benar pergi dari meja nomor 23, seorang pemuda dengan gaya kasual, mulai menampakkan wajah keheranan. “Kopi?” ia mendengus. “Kau ini aneh, Koika. Setahuku, wanita mana pun lebih menyukai teh dan susu atau minuman yang manis-manis.” ...